KLINIK HUKUM INTERNASIONAL
Salah satu kelompok yang sangat rentan bagi bermacam pelanggaran HAM serius adalah warga Indonesia yang bekerja di luar negeri yang umumnya bekerja di berbagai sektor yang dikenal sebagai pekerjaan yang kotor (dirty), bahaya (dangerous), dan merendahkan (demeaning) atau “3D” yang umumnya hanya menuntut keahlian rendah. Terlepas dari besarnya perhatian dan tekanan publik, nampaknya berbagai upaya yang saat ini telah dilakukan baik oleh aktor pemerintahan maupun non-pemerintahan untuk mengatasinya sepertinya masih belum memadai. Secara umum, bisa dikatakan kesemua respon yang saat ini ditawarkan bisa dikatakan sebagai solusi yang domestik-sentris. Artinya, model yang ditawarkan sangat menekankan sentralitas peran otoritas domestik, yakni pemerintahan nasional, sebagai objek utamanya. Dengan demikian, kurang memadainya berbagai tanggapan yang ada saat ini sangat erat kaitannya dengan kegagalan melihat persoalan ini sebagai sebuah persoalan lintas negara. Konsekuensi penting yang diakibatkannya bisa dilihat dari rendahnya pemanfaatan fora internasional oleh Indonesia. Sebagai salah satu venue dalam advokasi HAM, berbagai fora internasional yang berada di tingkat supra-nasional telah secara universal diakui sebagai peluang yang tidak bisa diabaikan dalam konteks promosi dan perlindungan HAM domestik. Atas alasan tersebut, usulan pembentukan sebuah klinik hukum internasional merupakan bagian dari upaya awal untuk pemanfaatan fora internasional bagi kepentingan warga Indonesia yang rentan terhadap berbagai pelanggaran HAM ini. Sebagai sebuah proyek rintisan, klinik hukum internasional ini secara eksklusif dimaksudkan untuk mengeksplorasi sebagai bentuk peluang yang ada di tingkat supranasional dengan secara eksplisit menjadikan promosi dan perlindungan HAM migran warga Indonesia sebagai tujuan utamanya. Sebagai bentuk terjemahan praktis dari kelemahan teoritis dalam model advokasi HAM migran Indonesia di luar negeri, lokasi bagi didirikannya klinik hukum internasional dipilih di Kota Yogyakarta, DIY, tidak bisa dilepaskan dari fakta sebagai salah satu kantung utama para pekerja migran Indonesia. Melaluinya, pemberian bantuan hukum internasional bagi para pekerja migran secara gratis dan pembuatan “shadow report” yang ditujukan untuk membantu berbagai organ supranasional dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan para pekerja migran menjadi kegiatan flagship bagi klinik ini. Dengan adanya dua kegiatan pokok yang bersifat “broadcasting” ini, diharapkan dua tujuan utama, yakni diresponnya kebutuhan domestik oleh masyarakat internasional, sebagai tujuan jangka pendek, dan terbentuknya rezim internasional yang lebih responsif atas kebutuhan di tingkat lokal, sebagai tujuan jangka panjang, bisa secara bersamaan dicapai. Untuk mendukung berbagai kegiatannya yang bersifat penjembatanan antara desakan kebutuhan di tingkat lokal dan pengeksplorasian peluang di tingkat internasional, klinik hukum internasional ini akan secara sekaligus menjalin kerjasama dengan aktor di tingkat lokal dan internasional. Di tingkat lokal, penjalinan kerjasama tidak hanya dilakukan dengan berbagai aktor nasional namun juga di tingkat sub-nasional, yakni tingkat provinsi dan kota, sebagai beneficiary utama dari proyek ini. Sedangkan di tingkat internasional, kerjasama akan dijalin dengan berbagai aktor non-pemerintahan, baik dari komunitas akademik maupun bukan, yang dipandang telah memiliki rekam jejak yang baik dalam pemanfaatan berbagai fora internasional.